Sabtu, 08 Oktober 2011

Kemarau pun Lenyap

Sebuah tulisan singkat.
Dari sang pendamba hujan.


Berbulan-bulan sudah Sang Mentari eksis di langit Indonesia. Terutama di sebelah Bogor, Gunung Putri. Sang Mentari memang terkenal akan kebaikannya. Dia begitu ramah dan hangat. Dia sering memeluk dunia dengan kehangatan kasihnya. Sayangnya kadang dia terlalu baik dan kelamaan memeluk.

Hangat pun berubah menjadi panas. Basah pun jadi kering. Sejuk berganti gerah. Kota hujan pun kalah, lalu mengering dan mengeluh gerah.

Semua manusia mengeluh. Panas, panas, panas. Mengipasi dirinya sambil terus bergerak-gerak sehingga makin panas. Keringat yang bercucuran mengalahkan deodoran. Ibu-ibu yang merasa tidak bau padahal sama saja, menutup hidung seolah dia paling wangi sejagat. Bapak-bapak gagah yang berdiri pun mengarahkan semua AC kepadanya.

Keanehan pun terdapat pada bis kota yang memiliki pendingin ruangan. Sang kernet dan supir. Sudah tahu panas, sudah tahu gerah, sudah tahu berkeringat dan bau. Masih saja memikirkan keuntungan dengan mematikan mesin pendingin agar tidak rugi. Kemudian mengurung penumpang serta dirinya di dalam box besi tanpa ventilasi. Heran.

Kasih sayang sang mentari mengubah orang menjadi egois.

...

Sementara banyak orang memilih untuk mengeluh, sebagian orang menanti kapan Sang Mentari akan ngambek. Berharap bisa sedikit berteduh di bawah awan. Sering banyak yang bersyukur jika Sang Mentari sudah ngumpet dan langit menggelap namun bukan malam. Tapi sayangnya, keadaan langit seperti mereka yang sering memberi harapan palsu.

Berhari-hari sudah mereka yang menanti pun terus dikelabui langit. Sang Mentari pun masih kerja lembur melewati jadwal biasanya. Mulai banyak yang menyerah dan mencari tempat berteduh yang sejuk. Dan keegoisan manusia masih terjadi karena panas.

Namun akhirnya, penantian pun berakhir.

Sang hujan pun turun membasahi bumi. Segalanya menjadi basah dan sejuk.  Pepohonan terlihat mulai bergairah kembali. Saya pun bisa bernapas dengan puas. Sungguh penantian panjang tidak pernah sia-sia.

Terima kasih Yang Maha Kuasa, kau kembali meminjamkan hujan kepada kami. Juga Engkau telah memberi pengertian kepada Sang Matahari untuk menahan kasih sayangnya yang tak ada hentinya. Kulihat alam pun kembali hidup. Lebih hidup daripada hari kemarin.

Akhirnya hujan pun kembali, dan saya ingin menikmatinya sejenak.

That's all.

4 komentar:

  1. sarat makna :)

    di Bandung lumayan sering sih hujan, tidak separah di Jogja yang katanya jarang sekali hujan soalnya teman saya sampai update status sujud syukur pas hujan turun

    BalasHapus
  2. dan akan berbeda lagi cerinya ketika hujan turun kemudian banjir dan tanah longsor di mana-mana. alampun kadang dipersalahkan. padahal itu karena kita juga, manusia, yang tidak ramah terhadap alam.

    BalasHapus
  3. yaoloh.. hujan belum datang ke Sumenep-Madura sampai detik ini. aku sampai rindu hujan datang. bujuk hujanmu untuk datang ketempatku :D

    BalasHapus
  4. Pipit : Kalo gitu hujannya sesuatu banget yah /ngibas rambut/

    Fiscus : ...astaga...

    Chilfia : ngga ah, ane belun puas :P

    BalasHapus

Silakan berkomentar :D

Diberdayakan oleh Blogger.

Subscribe