Kamis, 14 Maret 2013

Some Thoughts on Copy-Paste

Banyak blog yang isinya hasil ngopas dari orang lain.
Yang mana yang salah? Haruskah disalahkan?

Gue ga ragu kalo situ-situ udeh tahu lah blog sekelas terselubung dan teman-temannya. Gue juga tidak ragu kalo lo tahu isinya pada kaya begimane. Gue juga sangat ngga ragu kalo sebagian dari kalian seneng banget sama blog yang demikian rupa dan isinya. Dan gue yakin; ada kontroversi di dalamnya.

Kasus dan "non-kasus" copas terjadi dalam perbloggingan. A ngopas B, kemudian berbangga dan mendapat untung sambil puji-puja syukur ke hadirat yang maha mulia Dynamic Duo: Ctrl+C & Ctrl+V. Sementara itu banyak B yang ga tau kalo postingannya dicopas dan sebagian kecil(?) B ada yang tahu dan mengambil tindakan. Bagaimana dengan A? Asal belum ketahuan atau diotak-atik, nyantai aja.

Sementara itu masih banyak lagi A lainnya yang lahir dan menjamur. Menyebar dan menginfeksi banyak orang lain. Merugikan banyak B lainnya.

Kenapa?
Kenapa banyak yang hobi ngopas?

IMHO, budaya nulis di tanah kita ini kurang. Di sekolah, jika dibandingkan antara B. Indonesia dengan B. Inggris, yang lebih banyak aktivitas menulisnya (membuat teks atau karangan) adalah B. Inggris. Sementara dalam pelajaran B. Indonesia kita cuma bisa mengenal beberapa jenis teks, walau ngga ngerti-ngerti amat itu isinya apaan dan cara bikinnya yang bener bagaimana, at least gurunya masih bisa nyalah-nyalahin lah.

Akibat jarang nulis dan kebiasaan bergantung pada orang lain (nyontek), ya demikian. Jiwa kapitalis para manusia ini meningkat saat melihat kesempatan untuk "terkenal" dan "dapat uang dengan mudah". Seketika semua terlihat "halal". Teuing orang bakal rugi. Teuing orang lain udeh susah payah kaya gimana. Nyang penting untung.

Kalo ketahuan?

Berbagi itu baik.

Alasan klasik yang berbau menyengat di hidung gue yang alergi terhadap uhukhipokrituhuk. Tiba-tiba membela diri dengan seribu argumen. Terus nyalahin B yang ngga preventif. Terus nyuruh si B cari solusi sendiri. Terus semua harus diakhiri dengan harap maklum.



Coba dianalogikan dengan agak ekstrim seperti di bawah ini:

Budi lagi ke pasar. Ngeliat ada Alya yang cantik abis. Diajak kenalan lah si Alya ini. Setelah kenal lebih dekat, Budi makin tertarik. Kemudian merasa bahwa akan ada kebanggaan untuk "memiliki' Alya. Eh terus si Alya diperkaos. Budi pun cerita ke temen-temennya dengan bangga kalo dia udah "make" Alya.

Pas ditangkep warga, Budi ngga mau disalahin. "Dianya yang ga jaga aurat. Lagian kan kasus pemerkosaan udah banyak, ngapain nangkep gue sih?", ujarnya.

Apapun yang terjadi, keperawanan Alya udah hilang kawan.

...

Gue juga pernah nyontek; cuma gue ga seneng sama orang-orang yang duduk diam, meletakkan pulpen hingga orang lain sudah hampir selesai, kemudian tersenyum dengan wajah licik, "Eh, liat dong".

Cake tie.

Gue sendiri ngga pernah ragu buat nurunin respek terhadap orang lain. Tentu aja berdasarkan perilaku dan etika dia kepada gue ataupun orang lain. Gue menghargai orang yang berusaha. Gue ga pernah memberi nilai terhadap mereka yang cuma bisa teriak, "Aku ingin sejahtera", tanpa usaha. Dalam kasus ini, copas, termasuk usaha yang bernilai 0, atau mungkin -1 dan seterusnya. Jikalau perilaku copas postingan blog harus dimaklumi, maka gue ngga ragu lagi kalo tanah ini isinya emang orang-orang yang sistem syarafnya pake tangga-tali. Kalo ada artis plagiat lagu, mencak-mencak kaya kucing lagi boker tapi digangguin. Eh sendirinya ketahuan plagiat tulisan orang, mencak-mencak kaya kucing lagi boker tapi digangguin juga, tapi lebih kenceng.

Thief shout, "Thief!"

Hmm.
Intinya, according to my obvious opinion, perilaku copas (bisa dibilang) kurang terpuji. Walau ini era postmodernisme dimana segala kengacoan "dimaklumi", kehormatan harus dijaga. Kalau pelaku copas malah mencak-mencak, mau jadi apa tanah ini? Mau maju, cuma bisa liat and share. Sekedar bisa mencet copy - paste aja udah bangga. Not improving, never. Stay stupid as usual, ah, naturally. Blaming the education ministry and departments, although their stupidity is genetic.

...

Mungkin ada aja yang ngga ngerti sama tulisan gue ini. Biarlah, toh suatu saat juga (kalo beruntung) bisa ngerti.

Think your second thought twice.


That's all.

11 komentar:

  1. 'Blaming the education ministry and departements, although their stupidity is genetic' Ini sakit, Dat :))

    BalasHapus
  2. 1. berbagi itu baik
    2. Ga papa, lagian juga Ilmu pengetahuan yang gua sebar.
    3. bodo amat, lagian dia nggak ngasi tau kalo mau copy harus minta izin dan kasi sumber
    4. udah gua kasih sumber
    ^Alasan yang lagi ngetren.

    Maling ya maling

    BalasHapus
  3. jadikan bang Data sebagai duta anti copas! copas bawang merah dan semacamnya ( AoA)/

    Hapuskan semua browser supaya tidak ada lagi tempat mencari pencopasan, hapuskan!!

    BalasHapus
  4. dan gue pun baru jadi korban copas -___-

    BalasHapus
  5. hallo salam kenal kak. saya pengunjung baru blog kakak nih. tulisannya bagus. hem, tapi batas copas yang kakak mau sampe mana deh? bagaimana dengan copas yang mencantumkan sourcenya? atau mungkin apa menulis kembali apa yang diingat pernah dibaca dari suatu buku merupakan tindakan copas?
    maaf banyak nanya. hehe.

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalopun mencantumkan sourcenya, sebaiknya:

      1. Cantumkan link postingan dengan lengkap dan bisa dilihat oleh pembaca. Tidak diperkecil font link postingannya.
      2. Cantumkan link yang masih bisa diclick menuju link postingan aslinya. Jangan link mati atau link blognya saja.
      3. Sebaiknya beritahu / informasikan kepada si penulis aslinya bahwa postingannya ingin digunakan, dalam hal ini berarti minta izin kepada penulis.

      Sebaiknya bikin postingan original sendiri. kalo masih mau mencantumkan sebagian postingannya, sebaiknya ya kaya sedang mengutip: link postingannya jg tetap harus dicantumkan.

      Lagipula, kebanyakan orang ngopas hanya sekedar nyari untung: duit dan ketenaran. Selain itu, postingan copasan juga termasuk ilegal dan dapat dilaporkan ke pihak google agar postingan tersebut dihapus.

      Udahlah, jangan ngopas.

      Hapus
  6. Diperkosa Dat, bukan diperkaos --"
    GrammarNazi mode : on

    *udah kebanyakan komen soal copas-mengopas jadi bingung mau komen apa lagi :P

    BalasHapus

Silakan berkomentar :D

Diberdayakan oleh Blogger.

Subscribe