Selasa, 25 Juni 2013

Sensor atau Tidak

Demi menjaga kualitas moral masyarakat, kualitas film pun dikorbankan.
Hingga ada yang bertanya, "Untuk apa ditayangkan?"

Selasa 18 Juni 2013 kemarin lusa gue nonton Watchmen di salah satu TV swasta yang ada di negara ini. Gue yang udah pernah nonton film itu, serta ngefans, pun tertarik untuk menonton lagi. Namun pada akhirnya gue harus memilih untuk mematikan TV karena tayangannya tidak begitu memuaskan.

Why?
Banyak adegan yang dicut. Adegan Dr. Manhattan mendisintegrasi musuh, adegan berkelahi, dan bahkan adegan merokok serta banting meja pun harus hilang. Selain dicut, tentu saja terdapat beberapa bagian gambar, seperti rokok dan belahan dada bagian atas, yang diburamkan dengan mosaic. Tentu saja ini semua dilakukan demi menjaga moral penontonnya serta mencegah 'kotornya' penglihatan anak-anak dibawah umur.

Well, itu bagus. Cuma ada beberapa hal yang mengganjal.

Pada waktu itu gue mulai nonton jam 10 malam. Namun, film tersebut memiliki hasil sensor yang sangat banyak. Film tersebut pun menjadi asing dan sangat tidak jelas. Bagi mereka yang baru pertama kali menonton Watchmen akan terbingung-bingung. Merasa tidak nyaman, gue pun bertanya, "Lha, udah jam segini kok sensornya banyak banget?" "Emang jam segini masih ada bocah yang bangun?" "Kalo dicut sebanyak ini, untuk apa ditayangin?" "Ini tayangan buat Dewasa apa Semua Umur?".

Poster Watchmen
Rating R, tapi masih berani ditayangkan pada jam 10 malam
Orangtua tidak sepatutnya membiarkan anaknya yang masih kecil menonton film dengan rating R

Gausah jauh-jauh ke jam malam, jam pagi atau sore pun ada.

Tayangan kartun macem Naruto dulu sempet ditayangin pada pagi hari dan sore hari. Kartun (atau anime, biar otaku pada ga ngamuk) Naruto itu kan ceritanya soal ninja, ya pasti ada pertarungan, ya pasti lah pertarungan cocoknya ngga ditonton bocah SD. Tetapi, tetap saja Naruto diiklankan untuk anak-anak.

Akibatnya?

Adegan bertarung pun harus dipotong, kontak fisik macem tinju pun ga ada. Naruto maju buat ninju, belum ketinju sama sekali pun musuhnya udah nemplok di tanah, yang nangkring selama "30 menit" cuma dialog doang. Ujaran sekedar "bodoh" atau "sial" pun harus dihapus, ga apa kok, paling ortu atau guru bakalan nyebut itu semua ke kita.

Hurm...

***

Pemotongan adegan dan pembisuan dialog itu dilakukan agar 'tidak merusak' para penonton. Namun, terkadang ternyata film tersebut lah yang menjadi rusak (dalam konteks rusak makna dan cerita, bukan moral). Yerp, rusaknya film tidak selalu terjadi, masih banyak film yang enak ditonton walau sudah dipotong beberapa adegannya. Namun, haruskah beberapa film 'dirusak'?

Sebagai seorang masyarakat biasa, bukan movie freak ataupun pakar perfilman, ane punya sedikit saran (walau nanti ada yang bilang, "Ngomong sono ke KPI, jangan tulis di blog!) mengenai sensor untuk film.

1. Tonton film yang akan disensor secara keseluruhan



Film yang akan disensor ditonton bukan hanya untuk dicari mana yang harus disensor, tapi sebaiknya makna dan alur cerita diperhatikan juga. Selain untuk menjaga kualitas unsur intrinsik ceritanya, serta untuk dapat mempertimbangkan penjadwalan film tersebut.

Ini agar penonton TV, walaupun menonton gratis, tidak merasa rugi dengan tayangan yang ditonton. Haruskah penonton bingung dengan film yang melompat-lompat karena banyaknya adegan yang dipotong? 

2. Jadwal dan jenis tayangan disesuaikan


Jadwal ya disesuaikan lah. Jangan film dengan konten dewasa ditayangkan pada jam anak kecil masih nonton. Selain itu, jenis filmnya juga sebaiknya disesuaikan. Jangan film untuk remaja disuguhkan kepada anak kecil, dan film dewasa untuk semua umur.

3. Pemotongan disesuaikan dengan jam


Pada jam di kala anak-anak masih terbangun dan menonton TV, sensor terhadap film (atau acara TV lainnya, tapi ini khusus konteks film) tentu saja sebuah keharusan. Tetapi, jika sudah masuk jam dewasa, apakah harus orang dewasa diberikan sebuah film dengan atribut sensor level anak-anak?

4. Sensor atau tidak ditayangkan

Gue sendiri, sebagai masyarakat biasa, ngga begitu ngerti soal kriteria sensor di Indonesia. Namun, sebaiknya pihak yang melakukan penyensoran mampu memilih dan memilah. Mana film yang pantas untuk ditayangkan, mana film yang perlu dipotong adegannya, dan mana film yang tidak pantas untuk ditayangkan. Jangan sampai ada film yang tidak pantas dipaksa untuk ditayangkan dengan pemotongan adegan yang begitu banyak sehingga orang bertanya-tanya, "Ini film apaan?".

***

Well, intinya semua film memiliki tempat dan waktu yang berbeda-beda. Namun, tak menutup kemungkinan ada film yang sebenarnya sangat tidak layak untuk ditayangkan; dan film ini tidak butuh pemotongan adengan, tapi pelarangan penayangannya. Ini agar masyarakat mendapatkan tayangan yang berkualitas. Masyarakat sendiri pun harus mau dan mampu memfilter diri sendiri dan keluarganya dalam menonton tayangan apapun.



That's all.

***
Material references:

Pictures references:

20 komentar:

  1. Sensor di negeri ini kadang juga udah kelewatan, mas bro... kadang juga suka bertanya2 kenapa kata bodoh aja mesti disensor.. Trus kata anjing juga... Ya elah, ntar juga di kehidupan sehari2 juga disebut... Ketahuann amat munafiknya... -_-

    BalasHapus
  2. kalo kata dosen gue "jangan mau nonton tv di Indonesia sekarang kamu ga ada bedanya sama patung,tibang duduk diem aja nontonin acara2 di tv yg udah aneh2 itu". terlepas dari sensor / enggaknya, semuanya tetep peran keluarga sangat berpengaruh dalam mengawasi.. nice post bro

    BalasHapus
    Balasan
    1. ane pun udah ngurangin nonton TV. nyalain TV pun cuma biar rumah ngga sepi walau emang lg kosong.

      yerp, keluarga harusnya bisa ngawasin. muucih khakhak~

      Hapus
  3. "Yang penting lu udah pernah nonton, gitu aja kok ribet?" *kemungkinan logic yang digunakan lembaga sensor.

    (Atau mungkin di kemudian hari mereka bakal bikin semacam sosialisasi buat membimbing orang tua agar bisa membimbing dan memilih acara yang pantas untuk anak-anak mereka?)

    BalasHapus
    Balasan
    1. paling sosialisasinya, seperti sosialisasi yang udah pernah dilakukan di Indonesia, ngga efektif walau padahal yg diurus itu media :/

      Hapus
    2. Intinya, kembali ke individu masing-masing. Meh --"

      Hapus
    3. bukan itu intinya, bang :/

      Hapus
  4. Indonesia emang ga kira2 kalo sensor...suka nyensor yg ga penting...parah

    BalasHapus
  5. "Bikin kesel", bang. Cuma itu yang bisa gue sampein. Kita hidup di negeri munafik, kadang. Maaf frontal.

    BalasHapus
  6. kadang? ane bilang sih, emang :/

    BalasHapus
  7. udah g pernah nonton tayangan versi tivi Indonesia, apalagi saya sebagai penggemar drama korea, banyak adegan yg disensor, apalagi jam tayangnya juga pas sore hari, udah 2 tahun ini buat memuaskan nonton drama korea saya milih untuk download aja, no sensor, percakapan masih asli bahasa korea (pake subtitle) jadi puas dan g kecewa. apalagi kalo download selalu yg terbaru dan baru tayang di sana, kalo di indonesia nunggu jaman edan dulu baru bisa nonton.

    BalasHapus
  8. nice post, emang indonesia aneh, film barat sibuk disensor tapi cewe baju seksi dibiarin aja setiap hari nongol. itu asdfghjkl banget. mending gak usah tayang sama skali daripada cut nya maksa gitu

    BalasHapus
  9. gak papa, indonesia kan negara demokratis. Ya.. seharusnya nyensornya jangan sampe ngilangin ceritanya

    BalasHapus
  10. kalo gini lama-lama tukang jualan dvd bajakan bakal laris \m/

    BalasHapus
  11. Kalo itu mah bukannya cuma kedok doang. Gara-gara mau nyesuaiin sama durasi waktu dari si stasiun tipi. Another HAH to Indonesia deh hasilnya. -__-

    BalasHapus
  12. udahlah nyensornya kelewat detail, iklan yg tayang juga lebih lama dari filmnya

    BalasHapus
  13. bener. gausah setengah setengah. kalo emang berpendapat ga cocok di tampilin ya gausah dipotong. gausah ditayangin aja sekalian. masih banyak kan film seru yang lulus sensor? yang berpendidikan? kayak akeelah and the bee, gitu?

    BalasHapus
  14. emang parah banget tv indonesia. ada beberapa titik dimana acara mengalami kemajuan, tapi banyak yang mundur juga. itu tv di rumah item mulu sepanjang hari (gue matiin). abis males, tayangan kurang nyentil minat. garing. paling nyalain pada jam tertentu aja kalo gue tau ada acara bagus. *curcol dkit

    ngomong-ngomong, kenapa ya seribet ini nyensor film asing,sementara penayangan film dalem negri pada layar kaca pun kayanya perlu disensor skalian sampe credit2nya. *sarkas. ya liat aja sinetron, masa anak sma dempul tebel bener, rok mini abis, dan rambut loreng loreng gitu warnanya. haha

    nice post!

    BalasHapus

Silakan berkomentar :D

Diberdayakan oleh Blogger.

Subscribe