Pertama kali gue nyobain internet itu adalah kelas 2 SMP (sekarang gue kuliah semester 5), bareng temen di warnet deket rumah. Saat itu gue diajarin buat bikin email, yang kemudian akan digunakan untuk membuat sebuah akun di Friendster. Itulah pertama kalinya gue melihat dan masuk ke dunia internet.
Semakin lama, semakin banyak 'teman' yang menggunakan internet. Karena di rumah belum pasang internet, main ke warnet menjadi sebuah 'kebutuhan' untuk dapat keep in touch dengan 'teman-teman'. Walau tak lama kemudian meninggalkan Friendster (serta aib gue di sana), muncullah waktu untuk menggunakan Facebook dan Twitter. Tetap pada social media.
Seiring waktu gue juga belajar ngeblog dan terus ngeblog. Karena abang gue kuliah akhirnya rumah dipasang internet. Gue makin sering online dan mengobservasi isinya. Dari kebelet banget seneng internetan sampai sekarang merasa agak bosan. Dari sekedar mengupdate status hingga stalking sana-sini dengan banyak temuan.
Gue menemukan bahwa banyak orang yang senang memamerkan pengalaman pribadinya ke internet. Apa yang mereka tonton, kunjungi, makan, ataupun yang paling sering diungkapkan: perasaan. Semua orang yang 'berteman' dengan akun gue di social media melakukan hal yang sama. Semua memberitakan apa yang mereka alami.
Tapi, ada saja yang bertingkah lumayan lucu.
Tak lama kemudian muncullah orang-orang yang mulai tidak suka dengan pengalaman orang lain. Mereka malas melihat foto-foto orang lain, malas lihat tweet opini orang lain, dan malas baca tulisan orang yang isinya merupakan sebuah curhatan. Mereka berpendapat bahwa social media bukanlah tempat untuk mengumbar hal-hal yang bersifat "pribadi".
"Social media bukanlah diary", ujar mereka.
Social media memang bukan tempat untuk mengumbar hal-hal pribadi, jika yang dimaksud pribadi adalah foto syur, fantasi dan pengalaman seks, hubungan dan masalah personal (terkait PDA), dan lainnya yang benar-benar tabu untuk diungkapkan ke publik. Hal-hal biasa lainnya seperti opini dan pengalaman kehidupan sosial sepertinya masih layak dimasukkan ke social media.
Lucunya, walau mereka berpendapat bahwa social media bukanlah sebuat catatan harian pribadi seseorang, mereka masih saja melakukan hal yang sama. Masih ngunggah foto, pamer abis pergi kemana, pamerin barang baru, ngetweet nyinyir, bahkan masih sering curhat.
Gue bisa saja berpendapat bahwa mereka yang berpendapat demikian adalah mereka yang tidak tertarik dengan orang lain, tetapi ingin menjadi 'the center of attention' (maksudnya pusat perhatian, heu). Namun, sepertinya terasa seperti sebuah prejudice.
Semua orang 'bebas' untuk berpendapat seperti apapun. Dan bagi mereka yang merasa terganggu dengan pengalaman pribadi dan kehidupan sosial orang lain di social media, GTFO of it.
That's all.
Disclaimer:
The pictures are not mine, got them from:
Hei, ,bener apa kata kakak, emang ya?! Ada aja yg begitu. , dari pada sok2 ngomong gitu, tapi pada kenyataanny dirinya sendiri begitu, mendding kan instropeksi diri dulu sebelum ngomong.
BalasHapusKalo aku sih baek2 aja slama yang dia share masih umum gitu, ngga ada kandungan SARA-nya. Hhehe. ,
Yerp. Hufzah! \( ^_^ )/
HapusYak, jadi intinya ini kemakan omongan sendiri dan lempar batu sembunyi tangan. Bukan begitu, pak?
BalasHapusyerp, pak. ( ._.)/
HapusBener ka. Ahah. Sosial media mungkin bukan diary, tapi tempat berbagi. Apa yang menurut kita pantas dibagikan, boleh boleh aja kan dimasukin sosial media. Ahue
BalasHapusAhue? (.__. )
Hapuspertma kali buka internet gw di kenalin sama yang namanya MiRC, klo tau pasti umur lo ga beda jauh sama gw. namanya juga sosial media jadi gunanya untuk sosialisasi, klo ga suka sosial media mending tinggal di hutan atau goa aja
BalasHapusJauh sebelum ada media sosial, ketika jaman awal komputer bisa terhubung dengan LAN sehingga kita bisa "ngintip" isi komputer orang lain, saya mulai berpikir bisa jadi di kemudian hari "hubungan antar komputer" ini bakal tidak hanya berupa pertukaran file saja, melainkan pertukaran hal-hal lain yang merembet ke privasi seseorang dan semua itu terbukti sudah di jaman media sosial ini.
BalasHapusbener tuh, socmed emang bukan buat dijadiin curcol. tapi paling malas kalo socmed dijadiin ajang untuk mesra2an. ada smsan, ada telponan, perlu gitu mesra2an lewat twitter? kasian teel sakit mata bacanya -_- /esmosi
BalasHapusnice post :D
Situ beneran baca postingan gue apa cuma baca judulnya doang sih? (",)
HapusHipokrit ........... Hipokrit everywhere.
BalasHapusEh, itu lebih ke hipokrit atau attention-seeker yak? .__.