Endingnya pasti ke sini (=_= )
Hufzah.
Awal tahun gue pengen tahun ini gue lebih sering ngeblog, dan di pertengahan tahun yang sudah menjelang akhir, gue malah mandeg.
Berikut Mingling Words edition yang ke-13. Hasil keinginan buat nulis karena ada beberapa ide bertubrukan dalam otak pada suatu waktu dan mood yang sama. Pengennya sih dipisah-pisah dan dibikin draftnya dulu, tapi endingnya pasti ga ketulis. Alhasil, inilah yang muncul.
Semester 5
Setelah puluhan hari manjain badan di tempat tidur, akhirnya gue mulai ngampus juga 2 minggu yang lalu. Hari pertama ngampus, yaitu hari senin, harus dimulai dengan suatu mata kuliah yang harus diikuti pada jam 7 pagi. This escalated quickly.
Sebenernya sih masuk jam 7 pagi (untuk sementara ini) bukan suatu masalah bagi gue, karena terbiasa berangkat jam 5 dan nangkring di kampus sekitar jam 6 pagi. Namun, tentu aja gue masih perlu ngilangin ngantuk. Karena biasanya gue selalu setengah tidur dari jam 6 sampe jam setengah 8, dan orang ngira gue fully awake.
Selain soal ngantuk, matkul spesial ini ngga menggunakan kelas di kampus, tapi di labschool samping kampus karena bapak dosen yang spesial tersebut memiliki suatu tanggung jawab di tempat tersebut. Nah, ane agak, what the word, risih(?) untuk masuk ke sekolah orang, entah karena apa. Meski demikian, lumayan lah untuk ngurangin rasa sok kangen sama SMA dulu.
Kemudian sehabis matkul tersebut ane baru masuk ke gedung jurusan. Dan puluhan organisme multiseluler bertebaran di sepanjang koridor, serta berisik.
Technically me that day, due to the crowded building |
Mahasiswa lama dan baru bertebaran di sekitar gedung jurusan yang sedang dibuat jadi lebih bagus. Pengen lewat susah, diem di tengah koridor pasti bakal bertumbukan dengan struktur molekul homo sapien lain. Terlebih lagi, tak ada satupun dari mereka yang masuk ke kelas. Semua kelas tertutup rapat dan mereka semua duduk di benches yang suddenly nongol di koridor.
Sisa hari di kampus gue lewati dengan mendengarkan dosen dan menahan keinginan untuk meneriaki sekumpulan manusia yang menggunakan kemampuan verbalnya dengan sangat baik di penjuru koridor.
Pulangnya juga sengsara. Jembatan sepanjang dua meter - yang sudah setahun lebih rusak, hanya diberikan 'perbaikan mini' sehingga harus bergantian (dan bermacet ria) untuk menggunakannya', dan akhirnya diperbaiki - menghambat gue yang sedang ada di angkot selama setengah jam walau rumah gue tinggal 500 meter lagi, tinggal 3 menit lagi, nyampe.
Pas angkotnya jalan, si abangnya seenak perutnya bilang, "Mas, naik angkot belakang aja ya". Dengan kesal kemudian gue turun, si abangnya muter balik, dan ga ada angkot di belakang. Gue pun jalan dan tepar sesampainya di rumah.
Sakit
Ternyata berjalan sejauh 500 meter dengan beban 3 kilo di punggung dan kekesalan di hati itu dapat mempercepat serangan penyakit. Jam 2 pagi gue bangun dengan kaus serta seprai yang basah kuyup. Gue kira gue ngompol, tapi ternyata celana gue kering sekering-keringnya. Dan siang harinya pun baru ketahuan bahwa berkeringatnya gue subuh itu adalah karena mulai sakit.
Minggu pertama masuk kuliah gue paksain buat masuk terus, demi absen.
Gue ga mau absen gue bolong di awal pertemuan. Plot twist dari niat sok rajin gue tersebut adalah para dosen pada belum aktif ngajar. Gue dateng pagi cuma buat kelas di pagi hari dan bahkan dateng pagi demi kelas fiktif. Kelas fiktif itu maksudnya adalah suatu kelas yang dilaksanakan pada hari (yang seharusnya) libur, tapi karena temen sekelas bilang ada kelas, jadinya harus masuk walau pas disms dosennya bilang, "Hari ini belum ada perkuliahan".
Menuju weekend sakit gue makin menjadi. Senin depannya sepulang kuliah gue ke RS tempat nyokap kerja. Gue meriksa darah dan berobat di sana. Setelah memeriksa gue, dokternya dengan tegas bilang kalo gue sama sekali ngga boleh kuliah dulu selama beberapa hari, alias bedrest total.
Endingnya? Gue pun bedrest selama 5 hari dan gue kehilangan 1-2 absen karena semua dosen tiba-tiba langsung aktif ngajar semua.
Kemanusiaan
Belum lama ini kalo gue ga salah, ada masalah politik di Mesir dan Syiria yang memakan banyak korban. Dan gue pun kaget, ngga nyangka bahwa ternyata banyak orang Indonesia yang masih punya rasa kemanusiaan. Banyak orang yang melakukan aksi, baik secara nyata atau sekedar hashtag twitter, untuk membela para korban dan meminta pemerintah Indonesia untuk membantu dalam beberapa cara.
Bahkan tiap kali pulang ngampus gue selalu liat spanduk berbahasa Inggris di jalan tol yang terjemahannya gini, "Demi kemanusiaan" atau "Makanan bagi (masyarakat) Syiria". Gue pasti kaget kalo ternyata banyak banget yang memberikan sumbangan. Gue ga nyangka ternyata orang Indonesia berbaik hati semua.
Namun kemudian gue pikir semua orang itu ibu tiri.
That's all
***
Sumber gambar:
nice.. semangat!haha
BalasHapusterus semangat ya kaka
BalasHapus