Gara-gara si Komo lewat.
source: wikipedia |
Yowis, terus kenapa.
Lagu si Komo Lewat Tol yang konon dibuat oleh kak Seto tersebut menyimpan banyak misteri. Kita bisa lihat perawakan si Komo memiliki dua versi: item-putih atau ijo. Tidak tahu mana yang benar, tapi dia memang selalu menjadi penyebab kemacetan, terutama di Jabodetabek.
Sebagai seorang penglaju, macet merupakan salah satu santapan yang selalu mengagalkan diet saya. Tahun 2011, saya yang masih maba unyu pun bisa berangkat dari Gunung Putri pukul 05.30 dan sampai di sekitar UKI, Jakarta Timur pukul 06.00, Setiap semesternya daku harus memajukan jam keberangkatan untuk mengejar pukul 06.00 tersebut. Bahkan, tahun 2015 saja saya harus berangkat 04.45 untuk sampai dengan cepat. Telat 5 menit, sudah jauh waktu tempuh yang harus saya konsumsi.
Hebat bukan?
Saya sendiri masih bingung akan penyebab meningkatnya kemacetan tersebut. Namun, jika ditelisik ke sosial media, kita bisa lihat katanya kemacetan itu salah polisi, pemerintah, atau figur ternama. Mungkin pandangan tersebut memang benar adanya, apalagi akhir tahun 2015 lalu ada pejabat yang akhirnya mengundurkan diri karena katanya tidak mampu mengurai kemacetan. Hebat? Manatahu.
Namun, fenomena menyalahkan pemerintah dan pihak perhubungan ini sepertinya bukan salah sasaran, melainkan mengindikasikan betapa tidak berhasilnya pendidikan masa kecil generasi tua Indonesia. Sudah jelas sejak 1992 itu, si Komo yang menyebabkan kemacetan. Saking menyebalkannya, ditulis dan nyanyikanlah sebuah lagu tentang Komo dan kelakuannya yang memalukan terhadap arus lalin kita.
Sampai sekarang saya belum pernah melakukan riset, sehingga saya belum tahu apa yang membuat kita menyalahkan pemerintah, polisi, serta pejabat, dan Komo kita biarkan begitu saja. Padahal, demi mengurai kemacetan di negara kita yang semakin makmur dengan berbagai kendaraan pribadi, kita harus mengetahui siapa penyebab kemacetan di Indonesia. Setelah kita tahu siapa yang bertanggungjawab (dalam hal ini saya mengajukan nama si Komo), maka kita bisa mengurai kemacetan tersebut.
Bagaimanakah caranya macet terurai setelah menyalahkan Komo?
Wah, itu tugas pemerintah, polisi, dan pejabat untuk menyelesaikannya. Kalau tidak bisa, berarti kita perlu menyalahkan pemerintah, polisi, dan pejabat (serta Komo) yang bertanggung jawab atas kemacetan yang kian parah. Karena mereka sudah dipilih dan bahkan digaji oleh rakyat; sebagai pelayan, mereka harus mampu mengerjakan apa yang kita inginkan.
That's all.
Hebat bukan?
Abang pun tiada menahu, dik |
Namun, fenomena menyalahkan pemerintah dan pihak perhubungan ini sepertinya bukan salah sasaran, melainkan mengindikasikan betapa tidak berhasilnya pendidikan masa kecil generasi tua Indonesia. Sudah jelas sejak 1992 itu, si Komo yang menyebabkan kemacetan. Saking menyebalkannya, ditulis dan nyanyikanlah sebuah lagu tentang Komo dan kelakuannya yang memalukan terhadap arus lalin kita.
Sampai sekarang saya belum pernah melakukan riset, sehingga saya belum tahu apa yang membuat kita menyalahkan pemerintah, polisi, serta pejabat, dan Komo kita biarkan begitu saja. Padahal, demi mengurai kemacetan di negara kita yang semakin makmur dengan berbagai kendaraan pribadi, kita harus mengetahui siapa penyebab kemacetan di Indonesia. Setelah kita tahu siapa yang bertanggungjawab (dalam hal ini saya mengajukan nama si Komo), maka kita bisa mengurai kemacetan tersebut.
Bagaimanakah caranya macet terurai setelah menyalahkan Komo?
Wah, itu tugas pemerintah, polisi, dan pejabat untuk menyelesaikannya. Kalau tidak bisa, berarti kita perlu menyalahkan pemerintah, polisi, dan pejabat (serta Komo) yang bertanggung jawab atas kemacetan yang kian parah. Karena mereka sudah dipilih dan bahkan digaji oleh rakyat; sebagai pelayan, mereka harus mampu mengerjakan apa yang kita inginkan.
That's all.
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan berkomentar :D