Cinta-Cintaan = Maksiat.
source: Tempo.co |
Sudah beberapa kali gua menulis soal valentine dan penolakannya di Indonesia. Biasanya, gua tidak setuju dengan penolakan karena agak konyol. Namun, suatu cahaya dari langit datang dan turun ke bumi. Sekonyong-konyong gua setuju dengan penolakan tersebut.
Betewe, penolakan tersebut didasarkan pada betapa tidak Indonesianya atau budaya Timurnya dan betapa maksiatnya Valentine itu. Iya, apapun yang tidak Indonesia, tidak budaya Timur, dan tidak bermoral memang harus ditolak mentah-mentah. Mengapa? Karena kita adalah negara religius. Unsur keagamaan harus bisa masuk ke seluruh sudut dan lubang kehidupan masyarakat kita, terutama kalau bisa ekonomi juga.
Valentine sendiri dilihat sebagai budaya Barat yang tentu saja lawannya Timur, meskipun kita di Indonesia harus agak ke barat kalau mau ke Arab Saudi. Hal-hal berbau Valentine tentu saja tidak bisa kita jual kalau kita memang memegang erat budaya Timur kita. Not profitable.
Valentine sering diidentikkan dengan cokelat. Nah, meskipun Indonesia merupakan produsen kakao ke-3 terbesar di dunia, tetap saja tidak untung. Mengapa? Karena meski memproduksi banyak-banyak, tetap saja bukan kita semua yang makan.
Ru-gi-ban-dar,
Yah, rezeki memang Tuhan yang katanya mengatur. Kalau begitu, lanjut ke moralitas. Betapa amoralnya Valentine bisa dirasakan melalui mesin pencari terkenal kita, Google.
kurang besar? klik atau google sendiri |
Lihat, betapa aktifnya moral yang tertanam di berbagai generasi Indonesia untuk melawan Valentine. Ini pasti sudah menguatkan betapa amoralnya Valentine. Mungkin kalau kurang yakin, ulama berikut punya 5 indikator Valentine Day haram dirayakan. Bila masih ragu, cek laman Facebook berikut.
Meskipun kalau google sendiri masih kurang jelas juga siapa yang harusnya ngerayain; Islam, Kristen, atau Atheis, ya memang harus dilawan. Kalau anda pikir penentangan terhadap hari raya Valentine itu sia-sia atau mubazir karena belum tentu kewajiban gua untuk merayakannya, ya itu urusan saya. Jangan sampai nanti gua kena Valentinisasi.
Kita tahu bahwa Valentine itu selalu berkaitan dengan maksiat. Kamu merayakan Valentine, ngento lah kamu. Kamu merayakan Valentine, hamillah kamu. Kamu merayakan Valentine, tertular penyakit kelaminlah kamu. Meskipun ada yang bilang bahwa tanpa Valentine sekalipun, perzinaan terus terjadi. Ini logika yang mirip dengan para pro-LGBT yang bilang tanpa kaum homo sekalipun, HIV/AIDS dan penyakit selangkangan lainnya bisa terus menyebar. Padahal kita tahu banyak postingan FB atau broadcast Whatsapp/BBM yang mengatakan sebaliknya. Kenapa LINE tidak gua sebutkan? Karena doi katanya ngedukung LGBT dan perlu diboikot, katanya.
Oh iya, gue ingat bahwa rumput tetangga lebih hijau, jadi ga afdol kalau kita seenaknya klaim sendiri bahwa Valentine itu ga baik. Jika kita menilik situs terpercayanya umat beragama, dikatakan bahwa negara lain pun menolak Valentine, seperti Malaysia, Arab Saudi, dan Pakistan. Tuh, Indonesia harus ikutan.
Dengan begini, kita harus berkesimpulan bahwa Valentine emang penuh maksiat dan tipu daya. Kita ngga perlu nanya dulu ke yang beneran ngerayain Valentine, kita harus punya pendirian sendiri. Sebagai masyarakat termaju yang dipilih Tuhan sebagai umat lebih suci dari yang lain, kita harus mampu menyatakan bahwa kita telah mengucapkan tidak kepada Valentine.
That's all.
Dengan begini, kita harus berkesimpulan bahwa Valentine emang penuh maksiat dan tipu daya. Kita ngga perlu nanya dulu ke yang beneran ngerayain Valentine, kita harus punya pendirian sendiri. Sebagai masyarakat termaju yang dipilih Tuhan sebagai umat lebih suci dari yang lain, kita harus mampu menyatakan bahwa kita telah mengucapkan tidak kepada Valentine.
That's all.
Valentin, no! :)
BalasHapusI smell some sarcasm (and 'lost soul' too) here, but oh well :)
BalasHapusYha mz, yang penting kita mah nolak azah.
Toh yang ngajarin kita untuk menolak (atau membenci? Huehehe) itu levelnya sudah Godlike #IYKWIM