Minggu, 13 Maret 2016

Agamanya kak, boleh kakaknya.

Komoditas utama dunia itu konkrit.
Komoditas paling laku itu abstrak.
Apa yang kamu bayangkan kalau pembaca berita atau pembawa acara di TV bilang, "Ekonomi kita memburuk"?

Jungkir balik? Banting tivi? Bacot ke Tuhan? Bikin 'surat terbuka' di Facebook?

Weleh-weleh.

Takut itu lumrah di saat pembawa berita sotoy beropini tentang kurs, the Fed, atau bahkan MEA yang entah sekarang ada dimana. Apalagi saat pemerintah dan aparat terkait juga nampak 'was-was'. Subsidi dikurangin, UMKM digalakkan, razia di tikungan tajam, jatah preman dinaikkan.

Kemudian, anak-anak muda yang takut ga dikasih jajan lagi sama orang tua yang kemakan omongan orang langsung pergi ke Bandung dan bikin tempat nongkrong. Namun, ga sedikit juga yang waduh aku bingung harus jualan apaan.

Lah, sebagai pedagang sukses kamu harusnya tahu: semua bisa didagangkan.

Komoditas yang paling yahud buat dijual sekarang ini bukanlah seks, alkohol, kreativitas, apalagi embel-embel buatan anak negeri.

Apa dong?

Semua hal itu komoditas, mz mb. Penglarisnya itu bukan ludah genderuwo. Cukup kamu taruh kata "agama" beserta turunannya sebelum dan sesudah apapun yang kamu mau.

Ga percaya?

Saya juga awalnya ndak percaya bahwa agama itu jualable. Karena pernah daku coba jualan agama, eh ternyata minoritas bener-bener ga laku di pasar mainstream. Yang penting agamanya harus "aku banget" di nurani target pemasaran kamu.

Contohlah dunia perfilman Indonesia. Sinetron mana sih yang ga laku kalo ada dialog atau cosplayer yang agamis sekali? Apalagi mau ada film genre baru di dunia ini: thriller religi. Cewek seksi diincer pembunuh di lingkungan agamis? 

Mangstab sudah.

Kalau masih belum yakin, dengarkan lagu Hujan buatannya Ibu Sud, kalo ngga pak Kasur. Cobalah tengok dahan dan ranting, semua laku pakai agama. Lirik aslinya bukan begitu, tapi bisa kita lihat opini para politisi berbagai bidang.

Contoh:

Katanya, LGBT itu dilarang agama. Lompatlah para politisi ke dalam bandwagon tersebut. Tidak perlu riset lama-lama, mecin, HIV, logika, dll dst diucapkan para tokoh yang sumhow polymath sekali.


Laku apa ngga? Bagi pro LGBT tentu tidak. Namun, bagi target marketnya, wuih bohong kalau kamu ngga mengakuinya. Toh pelanggannya juga ikutan loncat biar masuk sorga.

Seberapa profitable? Gausah banyak tanya. Ikutin prinsip tiongkok: untung dikit, laku keras.

Jadi, tunggu apalagi?

Segera masukkan agama ke dalam apapun yang kamu jual sekarang juga!


That's all.

2 komentar:

  1. Baca blogpost lu gue jadi keinget pelem India yang judulnya "OMG – Oh My God!".

    Khususnya bagian "jualan agama"nya.

    BalasHapus

Silakan berkomentar :D

Diberdayakan oleh Blogger.

Subscribe