We just don't know where it will end.
Satu tahun empat bulan gue menjalani suatu hubungan. Waktu itu, hubungan tersebut diniatkan bukan sebagai pacaran, melainkan menuju sesuatu yang lebih serius. Komitmen pun terbuat, dan semuanya berjalan.
Satu weekend setiap bulannya gua gunakan untuk pergi ke Bandung. Hanya satu, karena gue ga punya duit banyak. Meski demikian, rasanya seperti pergi ke kehidupan lain - meninggalkan segala masalah dunia yang ada di belakang gue ke dalam suatu hal yang mungkin bisa disebut sebagai kebahagiaan. Always worthy.
Satu motivasi yang membuat gue selalu bergerak adalah komitmen yang sudah dibuat bersama orang itu. Tidak pernah ada beban, tidak pernah ada rasa sulit. Selalu saja ada jalan untuk berjalan dalam hubungan ini.
Satu kejadian pun akhirnya harus berlangsung, tanpa gue sadari : semua tidak berjalan sebaik yang gua pikirkan. Dia sudah lama tidak merasakan yang sama. Ternyata banyak hal yang tidak bisa gua penuhi. Banyak sekali kekurangan yang gua tampilkan dan lakukan dalam hubungan ini. Compared to others, gue ga ada apa-apanya.
Satu hal yang gue sesali adalah, dia tidak sepenuhnya mengkomunikasikan hal tersebut secara langsung kepada gue. Di satu sisi, mungkin gue yang tidak peka. Di sisi lain, gue selalu percaya bahwa dalam suatu hubungan, jika ada masalah, harus dikomunikasikan berdua. Bukan bertiga, berempat, berlima. Sayangnya cuma gue yang percaya.
Satu malam akhirnya gue putuskan untuk membenahi diri hingga akhirnya bisa worthy lagi untuknya. Gue sadar memang gue ga sebaik yang dia harapkan. Gue ga sebaik orang-orang yang dia kenal.
Satu malam lainnya, dia memutuskan untuk berhenti.
Satu minggu setelahnya, gue baru tahu dia sudah tidak mau lanjut.
Satu ungkapan yang bisa gua utarakan adalah okay. Karena memang tidak mungkin hanya satu orang saja yang memegang komitmen dalam satu hubungan. Give and give.
astaga mirip kisahnya. i feel you bro
BalasHapus